Minggu, 29 Desember 2013

Good Corporate Governance



Pengertian Good Corporate Governance (GCG)

            Pengertian Good Corporate Governance (GCG) menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah – kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber – sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)

            Prinsip – prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan Good Corporate Governance(GCG) pada BUMN sebagai berikut :

1.      Transparansi (transparency) : keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan.

2.      Pengungkapan (disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal – hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.

3.      Kemandirian (independence) : suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip – prinsip korporasi yang sehat.

4.      Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.

5.      Pertanggungjawaban (responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang – undangan yang berlaku dan prinsip – prinsip korporasi yang sehat.

6.      Kewajaran (fairness) : keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak–hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
           
            Penerapan Good Corporate Governance (GCG) dapat ditempuh dalam beberapa tahapan yang harus dilakukan secara berkelanjutan, antara lain :

1.      Membangun pemahaman, kepedulian, dan komitmen untuk melaksanakan Good Corporate Governance (GCG) oleh semua anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta Pemegang Saham Pengendali, dan semua karyawan.

2.      Melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) dan tindakan korektif yang diperlukan.

3.      Menyusun program dan pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) perusahaan setelah ketimpangan dan tindakan korektif yang diperlukan teridentifikasi.

4.      Melakukan internalisasi pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) sehingga terbentuk rasa memiliki dari semua pihak di dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan pedoman Good Corporate Governance (GCG) dalam kegiatan sehari–hari.

5.      Melakukan penilaian independen untuk memastikan penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara berkesinambungan. Tanpa adanya penilaian atau monitoring yang berkelanjutan atas penerapan Good Corporate Governance (GCG), maka akan sulit untuk mengukur efektivitas dan sudah sejauh mana penerapan Good Corporate Governance (GCG) dilakukan secara konsisten. Hasil penilaian ini tentunya perlu dilaporkan kepada pemegang saham dalam RUPS, dan dituangkan dalam laporan tahunan (untuk perusahaan publik). Hal ini diperlukan agar fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pemegang saham dan juga stakeholder lainnya dalam menilai penerapan Good Corporate Governance (GCG) perusahaan dapat berjalan dengan semestinya.

Sumber :

Sabtu, 28 Desember 2013

Perkembangan terakhir dalam Etika bisnis dan profesi


Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000) :
 
1.      Situasi Dahulu

            Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf – filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.

2.      Masa Peralihan

            Tahun 1960–an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.

3.      Etika Bisnis Lahir di Amerika Serikat

            Tahun 1970–an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah – masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat.

4.      Etika Bisnis Meluas ke Eropa

            Tahun 1980–an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).

5.      Etika Bisnis menjadi Fenomena Global

            Tahun 1990–an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25 –28 Juli 1996 di Tokyo. Karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yangberkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built–in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah–gunaan kehlian.

Etika Profesional Profesi Akuntan Publik

            Setiap profesi yang menyediakan jasanyakepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika professional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.

            Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar ProfesionalAkuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.

Sumber :

Isu Etika Signifikan dalam Dunia Bisnis dan Profesi

1. Benturan Kepentingan

            Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan.

            Berikut ini merupakan berberapa contoh upaya perusahaan/organisasi dalam menghindari benturan kepentingan :

a.       Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.

b.      Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.

c.       Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemeliharaan.

d.      Mengungkapkan dan melaporkan setiap kepentingan dan atau kegiatan – kegiatan di luar pekerjaan dari perusahaan.

e.       Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.

f.       Menghormati hak setiap insan perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, yang sah, di luar pekerjaan dari perusahaan, dan yang bebas dari benturan dengan kepentingan.

g.      Tidak akan memegang jabatan pada lembaga – lembaga atau institusi lain di luar perusahaan dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang berwenang.

h.      Menghindarkan diri dari memiliki suatu kepentingan baik keuangan maupun non–keuangan pada organisasi/perusahaan yang merupakan pesaing.


2. Etika dalam Tempat Kerja

a. Etika Terhadap Saingan

            Kadang – kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatif dari pihak konsumen.

b. Etika Hubungan dengan Karyawan

            Di dalam perusahaan ada aturan – aturan dan batas – batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan. Atasan harus ramah dan menghormati hak – hak bawahan. Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.

c. Etika dalam hubungan dengan publik

            Hubungan dengan publik harus dujaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk adalah uasha – usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber daya alam.

3. Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya

            Ketika suatu perusahaan beroperasi diluar pasar domestiknya, ada panduan yang harus ditawarkan kepada para pegawainya, yang harus mencerminkan seberapa sering operasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dan kebudayaan lokal, apakah praktik asing yang berbeda, misalnya penyebarluasan, pemberian hadiah atau suap, dan reaksi terhadap perubahan stakeholders domestik dan khususnya stakeholders utama, termasuk major customer (pelanggan utama) dan pasar modal. Perusahaan multinasional akan memberikan pengaruh signifikan terhadap kebudayaan lokal, sehingga mereka harus berhati – hati agar tidak memberikan pengaruh buruk terhadap pasar tenaga kerja (tarif upah, ketersediaan tenaga kerja), bagan mentah dan input lainnya, politik dan proses legal, dan religius/kepercayaan dan adat istiadat. Bila mereka mengabaikan kepercayaan dan adat istiadat setempat, maka perusahaan dan para pekerjanya akan dituduh/disalahkan terhadap cultural imperialism dan akan mengalami kesulitan dalam menentukan aktivitasnya di masa depan.

4. Akuntabilitas Sosial

            Akuntabilitas sosial sering kali diartikan menjadi sebuah pendekatan yang menempatkan kontrak sosial sebagai sebuah instrumen dasar dalam mengembangkan prinsip akuntabilitas dari praktek pemerintahan. Pada titik ini, partisipasi setiap warga negara dan segenap elemen civil society sangatlah signifikan. Sebab, inti dari kontrak sosial adalah adanya partisipasi warga negara dan elemen civil society untuk memastikan implementasi prinsip akuntabilitas dalam setiap kebijakan publik.

5. Manajemen Krisis

            Sebab krisis – krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya. Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah :

Sebab umum :

a. Gangguan kesejahtraan dan rasa aman
b. Tanggung jawab sosial diabaikan

Sebab khusus :

a. Kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah
b. Penurunan profit yang tajam
c. Penyelewengan
d. Perubahan permintaan pasar
e. Kegagalan/penarikan produk
f. Regulasi dan deregulasi
g. Kecelakaan atau bencana alam.

Sumber :
http://garcianno.blogspot.com/2013/01/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis.html

Jumat, 27 Desember 2013

Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen




1.      Tanggung Jawab Akuntan Keuangan dan Akuntan Manajemen  

            Akuntansi keuangan merupakan bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan aktivitasnya pada kegiatan pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak yaitu pihak internal dan pihak external. Sedangkan seorang akuntan keuangan bertanggung jawab untuk:

a.       Menyusun laporan keuangan dari perusahaan secara integral, sehingga dapat digunakan oleh pihak internal maupun pihak external perusahaan dalam pengambilan keputusan.

b.      Membuat laporan keuangan yang sesuai dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan IAI, 2004 yaitu dapat dipahami, relevan materialistis, keandalan, dapat dibandingkan, kendala informasi yang relevan dan handal, serta penyajian yang wajar.

            Akuntansi manajemen merupakan suatu sistem akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan dan penggunaan informasi akuntansi untuk manajer atau manajemen dalam suatu organisasidan untuk memberikan dasar kepada manajemen untuk membuat keputusan bisnis yang akan memungkinkan manajemen akan lebih siap dalam pengelolaan dan melakukan fungsi control. Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan manajemen, yaitu:

a.       Perencanaan, menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem perencanaan, menyusun sasaran – sasaran yang diharapkan, dan memilih cara – cara yang tepat untuk memonitor arah kemajuan dalam pencapaian sasaran.

b.      Pengevaluasian, mempertimbangkan implikasi – implikasi historical dan kejadian – kejadian yang diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk bertindak.

c.       Pengendalian, menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan aktivitas organisasi dan sumber – sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi, dan mengadakan tindakan koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan kegiatan pada cara-cara yang diharapkan.

d.      Menjamin pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem pelaporan yang disesuaikan dengan pusat – pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi sehingga sistem pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi kepada efektifitas penggunaan sumber daya dan pengukuran prestasi manajemen.

e.       Pelaporan eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip – prinsip akuntansi yang mendasari pelaporan eksternal.

2. Competence, Confidentiality, Integrity, and Objectivity of Management Accountant

a.       Competence (Kompetensi)

            Auditor harus menjaga kemampuan dan pengetahuan profesional mereka pada tingkatan yang cukup tinggi dan tekun dalam mengaplikasikannya ketika memberikan jasanya, diantaranya menjaga tingkat kompetensi profesional, melaksanakan tugas profesional yang sesuai dengan hukum dan menyediakan laporan yang lengkap dan transparan.

b.      Confidentiality (Kerahasiaan)
            Kerahasian harus terdefinisi dengan baik, dan prosedur untuk menjaga kerahasiaan informasi harus diterapkan secara berhati – hati, khususnya untuk komputer yang bersifat standalone atau tidak terhubung ke jaringan. Aspek penting dari kerahasiaan adalah pengidentifikasian atau otentikasi terhadap user. Identifikasi positif dari setiap user sangat penting untuk memastikan efektivitas dari kebijakan yang menentukan siapa saja yang berhak untuk mengakses data tertentu.

c.       Integrity (Kejujuran)

            Integrity adalah perlindungan terhadap dalam sistem dari perubahan yang tidak terotorisasi, baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja.

d.      Objectivity of Management Accountant (Objektivitas Akuntan Manajemen)

            Contoh dan Tujuan dari praktek Akuntansi Manajemen meluas ke tiga bidang oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) berikut:

1.      Manajemen strategis untuk memajukan peran akuntan manajemen sebagai mitra strategis dalam organisasi.

2.      Manajemen kinerja untuk mengembangkan praktek pengambilan keputusan bisnis dan mengelola kinerja organisasi.

3.      Manajemen risiko untuk berkontribusi untuk kerangka kerja dan praktek untuk mengidentifikasi, mengukur, mengelola dan melaporkan risiko untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Whistle Blowing

            Whistle blowing merupakan Tindakan yang dilakukan seorang atau beberapa karyawan untuk membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak lain.
Whistle blowing dibagi menjadi dua, yaitu :

a.       Whistle Blowing Internal, yaitu kecurangan dilaporkan kepada pimpinan perusahaan tertinggi, pemimpin yang diberi tahu harus bersikap netral dan bijak, loyalitas moral bukan tertuju pada orang, lembaga, otoritas, kedudukan, melainkan pada nilai moral: keadilan, ketulusan, kejujuran, dan dengan demikian bukan karyawan yang harus selalu loyal dan setia pada pemimpin melainkan sejauh mana pimpinan atau perusahaan bertindak sesuai moral.

b.      Whistle Blowing Eksternal, yaitu membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak luar seperti masyarakat karena kecurangan itu merugikan masyarakat, motivasi  utamanya adalah mencegah kerugian bagi banyak orang, yang perlu diperhatikan adalah langkah yang tepat sebelum membocorkan kecurangan terebut ke masyarakat, untuk membangun iklim bisnis yang baik dan etis memang dibutuhkan perangkat legal yang adil dan baik.

4. Creative Accounting

            Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999).

Watt dan Zimmerman (1986), menjelaskan bahwa manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan digolongkan menjadi 3 buah hipotesis, yaitu :

a.       Bonus Plan Hyphotesis

b.      Debt Convenant Hyphotesis

      Debt Convenant Hyphotesis merupakan sebuah praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang.

c.       Political Cost Hyphotesis

      Sebuah tindakan yang bertujuan untuk menampilkan laba perusahan lebih rendah lewat proses akuntansi.

5. Fraud Accounting

            Fraud sebagai suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi.

            Fraud umumnya dilakukan oleh orang dalam perusahaan (internal fraud) yang mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan.

            Internal fraud terdiri dari 2  (dua) kategori yaitu Employee fraud yangdilakukan oleh seseorang atau kelompok orang untuk memperoleh keuntungan finansial pribadi maupun kelompok dan Fraudulent financial reporting.

a.       Proses, unsur dan faktor pemicu fraud

Proses fraud biasanya terdiri dari 3 macam, yaitu :

1.      Pencurian (theft) dari sesuatu yang berharga (cash, inventory, tools, supplies, equipment atau data),

2.      Konversi (conversion) asset yang dicuri kedalam cash, dan

3.      Pengelabuhan / penutupan (concealment) tindakan kriminal agar tidak dapat terdeteksi.

Penyebab/faktor pemicu fraud dibedakan atas 3 (tiga) hal, yaitu :

1.      Tekanan (Unshareable pressure / incentive) yang merupakan motivasi seseorang untuk melakukan fraud. Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional (iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi) dan nilai (values).

2.      Adanya kesempatan/peluang (Perceived Opportunity) yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur.

3.      Rasionalisasi (Rationalization) atau sikap (Attitude), yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri.

b.     Jenis – jenis fraud

Jenis – jenis fraud yang sering terjadi di berbagai perusahaan pada umumnya dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam, yaitu :

1.      Pemalsuan (Falsification) data dan tuntutan palsu (illegal act). Hal ini terjadi manakala seseorang secara sadar dan sengaja memalsukan suatu fakta, laporan, penyajian  atau klaim yang mengakibatkan kerugian keuangan atau ekonomi dari para pihak yang menerima laporan atau data palsu tersebut.

2.      Penggelapan kas (embezzlement cash),pencurian persediaan/aset (Theft of inventory / asset), dan kesalahan (false) atau misleading catatan dan dokumen. Penggelapan kas adalah kecurangan dalam pengalihan hak milik perorangan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai hak milik itu di mana pemilikan diperoleh dari suatu hubungan kepercayaan.

3.      Kecurangan Komputer (Computer fraud) meliputi tindakan ilegal yang mana pengetahuan tentang teknologi komputer adalah esensial untuk perpetration, investigation atau prosecution.

c.       Fraudulent Financial Reporting

            Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau ceroboh,baik dengan tindakan atau penghapusan,yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias).

6. Fraud Auditing

            Karakteristik kecurangan dilihat dari pelaku fraud auditing maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu :

a.       Oleh pihak perusahaan, yaitu manajemen untuk kepentingan perusahaan, dimana salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting, untuk menghindari hal tersebut ada baiknya karyawan mengikuti auditing workshop dan fraud workshop) dan pegawai untuk keuntungan individu (salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva).

b.      Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Sumber : 
http://lovelycimutz.wordpress.com/2012/10/28/etika-dalam-akuntansi-keuangan-dan-akuntansi-manajemen/ 
http://meriherliyani.blogspot.com/2012/12/etika-dalam-akuntansi-keuangan-dan.html